Sukses

Potret Menembus Batas: Mendekat Ilahi dari Balik Kelambu

Dan saat Ramadan, Darussalam adalah pondok yang tak pernah tidur. Masjid tak pernah sunyi. Ada saja yang berzikir atau membaca kitab suci.

Liputan6.com, Aceh Selatan - Lantunan zikir dalam bahasa Aceh dipanjatkan sebagai pujian atas kebesaran Allah SWT. Ada pula lantunan kisah Rasulullah termasuk cerita tentang perjuangan para sahabat saat Islam baru tumbuh di Jazirah Arab.

Mereka juga membaca Dalailul Khairat, kitab yang memuat beberapa shalawat nabi karya ulama besar kelahiran Maroko, Imam al Jazuly. Tak tertinggal mereka juga larut dalam kasidah Ya Hanana.

Betapa beruntungnya kami. Begitulah makna ya hanana. Para santri yang rutin menggelar zikir saban Jumat ini memang merasa beruntung lahir dan hidup sebagai muslim. Lalu belajar menyelami Islam di Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan.

Dan di saat Ramadan, Darussalam adalah pondok yang tak pernah tidur. Masjid tak pernah sunyi. Ada saja yang berzikir atau membaca kitab suci.

Para santri percaya, sebagai pondok pesantren tertua yang menjadi induk seluruh pesantren di Provinsi Aceh, Darussalam adalah rumah ideal untuk meniti jalan kecintaan pada Ilahi.

Besar dengan label tarekat Naqsyabandiyah, Darussalam menjadi pusat kajian ilmu tauhid dan tasawuf tertua di daerah berjuluk Serambi Mekah. Adalah Syekh Muhammad Muda Waly al Khalidy, alumni Al-Azhar Kairo, Mesir yang menjadi pendiri Darussalam.

Silih berganti, anak-anak syekh muda Waly menjadi pimpinan pondok. Dan untuk saat ini, Darussalam ada di bawah asuhan Abuya Jamaluddin Waly.

Sejak berdiri tahun 1942, ribuan teungku atau ulama telah lahir dari pondok ini dan menyebar ke berbagai wilayah di Aceh. Bahkan sampai ke Negeri Jiran. Memang santri-santri Darussalam datang dari banyak wilayah.

Sepintas Darussalam tak jauh berbeda dalam hal pengajaran ilmu balaghah, ma'ani, bayan, dan badi'. Demikian juga dalam ilmu ushul fiqih dari berbagai kitab Islam dan ilmu mustahalah hadis, tafsir, mantiq, a'rudh serta tasawuf.

Tarekat Naqsyabandiyah

Tapi satu hal yang tak bisa ditepis adalah dayah ini mengusung paham Naqsyabandiyah, salah satu tarekat yang penyebarannya begitu luas. Tarekat yang mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf.

Semua berawal dari Bukhara, daerah di Transoxiana, wilayah purba di kawasan Asia Tengah areal kekuasaan Persia. Di tanah yang kini masuk ke wilayah Uzbekistan itu, Bahauddin Naqshband Bukhari mulai menyebarkan tarekat Nasyabandiyah di akhir abad ke-14. Titik-titik di Asia seperti Bosnia, Herzegovina dan wilayah Dagestan, Rusia tercakup di dalamnya.

Dan Darussalam, pesantren yang menggenggam paham Naqsyabandiyah pada akhirnya menjadi satu di antara pondok yang menerapkan suluk sebagai cara menggapai rida Ilahi, jalan untuk penyucian diri.

Dalam suluk, manusia digembleng menjauhkan diri sebagai budak duniawi meski tak sepenuhnya melepas rutinitas hari-hari.

Rutinitas Ramadan

Dan ketika Bulan Suci tiba, Darussalam pun sesak dengan mereka yang ingin mencari rida Allah Ta'ala. Keikhlasan menjadi kata kunci untuk menjalani suluk.

Selama sebulan penuh kaum ibu dan lelaki renta begitu takzim menjalani hidup dengan mengasingkan diri. Mereka tak cuma larut dalam ibadah.

Pagi selepas subuh, peserta suluk ini pergi ke tepian pantai untuk mengangkut pasir. Sedianya pasir ini akan digunakan untuk pembangunan pesantren.

Selama bersuluk, mereka tinggal di bilik-bilik atau kelambu. Bekal mereka adalah kitab suci dan tasbih.

Dan ketika malam tiba, rutinitas mereka pun tak jauh-jauh dengan ibadah. Salat sunah dan wajib tak boleh tinggal.

Berzikir pun menjadi santapan sehari-hari. Mereka melakukannya dengan tawajjuh (memfokuskan diri), menempatkan Allah yang maha indah di titik hati terdalam.

Mereka dilarang keras menikmati hidangan berdarah seperti ikan dan daging. Maka sahur dan berbuka pun cukup dengan nasi putih. Di sinilah keikhlasan diuji agar hidup menjadi bersih seputih nasi.

Saksikan upaya mendekatkan diri pada Ilahi di Pesantren Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan selengkapnya dalam tayangan Potret Menembus Batas SCTV, Senin (13/7/2015), di bawah ini. (Nda/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini