Sukses

Kopi Pagi: Sampah Jakarta, Dibuang Kemana?

Warga Ibukota berharap Pemprov DKI Jakarta segera menghadirkan teknologi pengelolaan sampah.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus penghadangan truk sampah bukanlah kali pertama terjadi. Kali ini giliran warga Cileungsi, Bogor, Jawa Barat yang keberatan truk sampah melintas di daerahnya.

Selain meninggalkan bau tak sedap, truk sampah yang melintas juga kerap menumpahkan air lindi atau tetasan air sampah. Bahkan tak jarang sampah tercecer di jalan yang dilintasi truk.

Alhasil, truk yang tadinya hendak ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat terpaksa berbalik arah kembali ke Jakarta.

Para warga mengultimatum truk sampah DKI Jakarta dilarang melintas pada siang hari. DKI Jakarta pun kelabakan sampah yang sudah diangkut ke atas truk tidak bisa langsung dibawa. Antrean truk mengular di berbagai sudut Ibukota.

Gunungan sampah terlihat di mana-mana, di jalan, permukiman, pasar, sampai-sampai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjajaha Purnama atau Ahok berang.

Tak ada jalan lain, roda truk harus digerakkan dan sampah mesti segera dikirim. Jika tidak, bukan tak mungkin Jakarta akan mendapat julukan baru sebagai kota sampah.

Melalui sebuah kesepakatan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akhirnya luluh. Mereka terpaksa mengirim sampah pada malam hari, baik melalui Cileungsi maupun pintu Tol Bekasi Barat.

Persoalan sampah sebenarnya bukan hanya bau dan air lindi, sudah lama Pemprov DKI Jakarta gerah dan ingin menghentikan kerja samanya dengan PT Godang Tua Jaya selaku pengelola di TPST Bantar Gebang.

PT Godang Tua Jaya dianggap ingkar, karena belum juga mengelola sampah sesuai teknologi yang dijanjikan. Mereka hanya menimbun dan membuat sampah menjadi gunung sehingga rawan longsor setiap saat.

Padahal, setiap tahun Rp 400 miliar uang yang dikirim DKI Jakarta untuk PT Godang Tua Jaya dan Pemkot Bekasi. Uang itu diambil dari tipping fee Rp 114.00 per ton sampah yang dikirim.

Sebaliknya, PT Godang Tua Jaya menuding Pemprov DKI Jakarta lah yang melakukan wanprestasi. Sampah yang dikirim terlalu banyak, sehingga membuat pengelolaan menjadi tidak maksimal.

Agar kekisruhan tidak berulang, warga Jakarta mendesak Pemprov DKI Jakarta mengambil alih dan bertanggung jawab soal pengelolaan sampahnya.

Gubernur DKI Jakarta Ahok tampaknya tidak main-main soal sampah. Ahok belajar banyak dari berbagai pihak, termasuk Presiden Finlandia Suali Niinisto. Negara berpenduduk 4 juta jiwa itu dianggap berhasil mengubah sampah menjadi energi listrik. Finlandia juga dinilai jitu mengelola limbah air.

Jika mau, sebenarnya banyak contoh pengelolaan sampah yang bisa ditiru DKI Jakarta. Jepang misalnya. Di negeri ini, sampah yang sudah dipilah langsung dibakar dalam insinerator, kemudian diubah menjadi bahan pelapis jalan. Lalu panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran itu juga bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.

Atau bisa juga menengok Swedia karena sukses mengolah sampah. Negeri Skandinavia ini justru mengimpor 800 ribu ton sampah dari sejumlah negara Eropa terutama Norwegia.

Swedia sukses mengubah 2 juta ton sampah menjadi sumber energi panas untuk 810 ribu rumah dan energi listrik untuk 250 ribu rumah. Sampah organik diubah menjadi kompos dan biogas.

Sedangkan kertas bekas dan plastik didaur ulang. Sisanya dibakar dalam insinerator untuk dibuat campuran bahan pembuatan jalan. Dengan sistem seperti ini, hanya 4% sampah di Swedia yang dikirim ke tempat pembuangan akhir.

Daripada terus-terusan berseteru dengan pihak lain, warga Ibukota berharap Pemprov DKI Jakarta segera menghadirkan tekhnologi pengelolaan sampah.

"Sudah mampu ya DKI Jakarta, sebagai Kota Metropolitan semestinya mengelola sampah sudah bisa mandiri sendiri. Sudah bisa memakai teknologi yang dari luar itu, bahkan sampah kan bisa diolah menjadi energi," ucap seorang karyawan swasta, Yoko.

Seorang dosen Endang juga menyatakan pendapatnya. "Mereka (DKI Jakarta) kelola, jangan pakai pendamping lagi. Sekarang kan pakai pendamping. Kalau pendamping kan perlu lahan. Jadi diolah, dipisahkan antara sampah plastik dengan sampah organik yang plastik kita buat jadi biji plastik apa yah, yang organik bisa jadi komposting dengan tekhnologi," ujar Endang.

Saksikan rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (8/11/2015), di bawah ini. (Vra/Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini