Sukses

Barometer Pekan Ini: Predator Anak Terus Mengintai

Data menunjukkan, dari tahun ke tahun jumlah kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat.

Liputan6.com, Jakarta - Kisah pilu anak-anak di Tanah Air terus saja terjadi. PL, siswa kelas enam sekolah dasar di Semarang, Jawa Tengah, diduga menjadi korban pencabulan 21 orang dalam tiga kejadian berbeda.

PL mengaku dirinya diperkosa tujuh pemuda pada 7 Mei lalu di sebuah gubuk. Lima hari kemudian, sebanyak 12 orang kembali mencabuli dirinya di sebuah depo pasir. Terakhir pada 14 Mei PL dicabuli dua pemuda di sebuah gubuk pembuatan batu bata setelah dipaksa mengonsumsi minuman keras dan pil koplo.

PL kini diamankan di sebuah tempat persinggahan yang aman atau safe house, untuk memulihkan jiwanya. Sebab, akibat peristiwa itu PL mengalami trauma hebat.

Terungkapnya kasus itu berawal saat korban mengeluh sakit. Ayah korban kaget ketika dokter yang memeriksanya menjelaskan PL terkena penyakit kelamin.

Setelah menjadi perhatian publik, polisi bergerak cepat. Tidak butuh waktu lama untuk meringkus enam pelaku.

Dari hasil pemeriksaan, menurut polisi, pelaku hanya berjumlah delapan orang, dua masih buron. Ironisnya, tiga pelaku di antaranya IQ, AF dan RI masih di bawah umur. Para tersangka mengaku tidak mencabuli PL, tetapi membayar Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu pada salah satu tersangka yang kini masih buron.

Meski demikian, melakukan hubungan seksual dengan anak di bawah 18 tahun adalah sebuah kejahatan. 

Bagi Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, banyaknya kasus pencabulan anak, termasuk yang dilakukan secara beramai-ramai atau genk rape, menunjukkan Indonesia dalam darurat kekerasan seksual terhadap anak.

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada tahun 2015, dari 1.726 kasus kekerasan seksual yang terjadi, sekitar 58 persen di antaranya dialami anak-anak atau sekitar 1.000 kasus.

Kekerasan seksual dilakukan dalam berbagai bentuk seperti sodomi, pencabulan, bahkan kekerasan seksual oleh keluarga terdekat.

Keluarga mempunyai peran penting sebagai garda pertama untuk mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual. Orang tua harus memberikan pengetahuan pentingnya menjaga organ seksual sejak dini.

Data menunjukkan, dari tahun ke tahun jumlah kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat.

Sejak usia dini anak harus dikenalkan pada organ tubuh dan jenis kelaminnya. Orangtua juga harus mendidik anak agar menjaga organ seksualnya, berani menolak dengan tegas dan berani bicara atau melapor pada orangtua bila menjadi korban kekerasan seksual.

Menurut pemerhati anak Seto Mulyadi, pendidikan itu diberikan secara berulang-ulang dengan cara yang mudah dimengerti anak atau sambil bermain.

Orangtua juga harus menciptakan suasana yang penuh kasih sayang, komunikatif dan suasana menyenangkan di rumah.

Bagaimana aksi kejahatan seksual terhadap anak ini terus berulang? Saksikan ulasan selengkapnya dalam Barometer Pekan Ini edisi Sabtu (4/6/2016), di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.