Sukses

Kopi Pagi: Tercorengnya Lembaga Pengawal Konstitusi

Patrialis Akbar ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap.

Liputan6.com, Jakarta - Setibanya di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 26 Januari 2017, Ketua MK Arief Hidayat langsung mengucapkan permintaan ampun kepada Tuhan. Ucapan itu terkait ditangkapnya salah satu hakim konstitusi, Patrialis Akbar.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (29/1/2017), Patrialis ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap.

Malam harinya, KPK akhirnya angkat bicara. Dalam pernyataannya, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang pada hari Rabu, 25 Januari 2017, di Lapangan Golf Rawamangung, Sunter, dan sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.

Dari 11 orang yang ditangkap, empat di antaranya dinaikkan statusnya sebagai tersangka penerima dan pemberi suap.

Suap tersebut diduga terkait permohonan uji materi Undang-Undang No 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Patrialis Akbar bersama satu tersangka lainnya berinisial KM diduga menerima uang suap 20 ribu dolar Amerika Serikat dan 200 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,3 miliar.

Sehari berselang, status tersangka yang disematkan KPK membuat Dewan Etik MK menjatuhkan penilaian bahwa Patrialis melakukan pelanggaran berat. Patrialis pun dibebastugaskan sebagai hakim konsitusi.

Patrialis Akbar bukan hakim konstitusi pertama yang ditangkap KPK. Sebelumnya, 2013 silam, politisi Partai Golkar Akil Mochtar yang saat itu menjabat Ketua MK, juga sudah mendekam di penjara dengan hukuman seumur hidup. Hal ini setelah Akil tertangkap tangan menerima suap penanganan perkara pilkada.

Tertangkapnya Patrialis membuat dunia hukum Indonesia kembali tercoreng. Kasus suap ini juga kembali membuat masyarakat kecewa. Hakim yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan justru luluh dengan iming-iming uang.

Sementara itu, tertangkapnya Patrialis Akbar atas tuduhan korupsi juga sangat mencoreng wajah birokrasi hukum di Indonesia. Presiden Joko Widodo melalui Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi, mengaku sangat prihatin atas tertangkapnya Patrialis.

Padahal, seharusnya hakim konstitusi menjadi benteng penegakan hukum.

Lantas masih percayakah masyarakat akan hukum di Indonesia? Lalu, apa hukuman yang pas untuk para penegak hukum yang terbukti menerima suap?

Simak ulasan selengkapnya dalam rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (29/1/2016), di tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.