Sukses

Barometer Pekan Ini: Menata Transportasi Masa Kini

Dari 3 operator besar angkutan online, 2 diantaranya sudah berbadan hukum. Namun ketiganya belum berizin sebagai moda transportasi.

Liputan6.com, Jakarta - Kisruh sopir angkutan resmi dan angkutan umum berbasis aplikasi online masih berlanjut. Jalan tengah yang diambil pemerintah masih belum menyelesaikan seluruh masalah. Menata transportasi masa kini ternyata tidaklah mudah.

Senin lalu, menjadi hari yang mencekam bagi pengemudi taksi ini. Taksinya dihentikan oleh pengemudi taksi lain yang marah. mereka protes, karena taksi ini masih beroperasi di saat para sopir lain berunjuk rasa.

Beruntung, rekan sesama sopir berusaha melindungi taksi ini sebelum aksi menjurus anarkis. Di tengah kericuhan antarpengemudi, taksi ini akhirnya berhasil menembus kerumunan massa.

Sopir taksi yang menggelar mogok operasi menyisir pengemudi taksi yang masih beroperasi. Sejumlah mobil pelat hitam yang disangka taksi aplikasi juga menjadi sasaran kemarahan massa.

Para sopir taksi ini berdemonstrasi tak hanya di Balai Kota Jakarta, namun juga di Istana Merdeka. Mereka menuntut taksi berbasis aplikasi atau taksi online dihapuskan. Para sopir ini resah karena pendapatan mereka menurun drastis.

Selain itu, demo menolak taksi online juga memicu bentrok antara pengemudi angkot dengan pengemudi ojek online. Keributan terjadi di depan Stasiun Kota, Jakarta.

Pengendara ojek online menghadang dan menyerang angkot yang melintas setelah mendengar kabar rekan mereka dipukul sopir angkutan umum.

Drastisnya penurunan pendapatan menjadi penyebab keresahan para sopir angkutan resmi kerap ricuh dengan sopir angkutan aplikasi. Tuntutan para sopir angkutan resmi, yaitu menghapuskan moda transportasi yang berbasis aplikasi.

Transportasi online memang lebih efisien dari segi waktu dan tariff, sehingga lebih menguntungkan konsumen. Namun keberadaannya mengancam angkutan umum resmi apalagi jika angkutan umum resmi tidak berbenah diri.

Sejak beroperasi, transportasi online termasuk taksi memang diminati masyarakat karena dinilai lebih unggul. Dengan taksi konvensional, penumpang harus menunggu di pinggir jalan atau memesan melalui telepon dengan tarif berdasar pada argo.

Namun dengan taksi online, pemesanannya melalui aplikasi yang mudah dan cepat. Tarifnya lebih murah dan bisa diketahui lebih dulu.

Hanya saja, taksi dengan mobil berpelat nomor hitam itu belum berizin dan tidak menyetor pajak untuk pembangunan termasuk perawatan jalan yang mereka lintasi sehari-hari. Namun karena dinilai efisien bagi masyarakat, pemerintah urung memblokir aplikasi angkutan online.

Jalan tengah menjadikan moda transportasi online sebagai koperasi akhirnya diambil.

Dari 3 operator besar angkutan online, 2 di antaranya sudah berbadan hukum yakni PT dan koperasi angkutan. Namun ketiganya belum berizin sebagai moda transportasi resmi.

Angkutan umum roda 4 online yang berpelat hitam juga belum berizin. Sementara ojek online belum memiliki payung hukum karena menggunakan kendaraan roda 2.

Upaya pemerintah mengambil jalan tengah belum menyelesaikan seluruh masalah.

Menurunnya pendapatan para sopir angkutan resmi dan terancam bangkrutnya perusahaan angkutan resmi juga perlu dipikirkan jika tak ingin pengangguran bertambah.

Saksikan selengkapnya dalam Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (19/3/2016) berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.